3 TOKOH LIRBOYO

Belahan Jiwa tempat kami mengadu, harapan selalu pengakuanmu kami sebagai santrimu, tanpa itu kami tiada arti di dunia dan di akhirat nanti.

3 ALIYAH KELAS A-1

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

3 ALIYAH KELAS A-1

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

3 ALIYAH KELAS A2

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

3 ALLIYAH KELAS A3

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 19 Februari 2012

Haid Dan Permasalahannya II


 1.       Tidak Normal (Istihadloh)
Apabila darah yang dikeluarkan wanita melebihi 15 hari (maksimal haidl). Maka untuk hukumnya ditafsil sesuai kuat dan lemahnya darah, adat, daya ingat masa haidl yang telah lewat.
Wanita yang terjangkit istihadloh ini di bagi menjadi 7 (tujuh) kelompok:
1.      mubtadi’ah mumayyizah;
2.      mubtadi’ah ghoiru mumayyizah;
3.      mu’tadah mumayyizah;
4.      mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha qadran wa waqtan;
5.      mu’tadah ghoiru mumayyizah nasiyah li ‘adatiha qadran wa waqtan;
6.      mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha qadran la waqtan;
7.      mu’tadah ghoiru mumayyizah dzakiroh li ‘adatiha waqtan la qadran.

I.      Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Wanita Saat Datang Dan Berhentinya Darah (haidl).

Saat darah keluar, seorang wanita wajib menghindari hal-hal yang diharamkan sebab haidl. Bila darah yang keluar telah berhenti, maka: jika darah yang keluar tidak mencapai 24 jam (batas minimal haidl), maka ia cukup membersihkan farjinya dan berwudlu’ bila ingin melakukan ibadah (tidak wajib mandi). Jika darah yang keluar sudah mencapai 24 jam maka sewaktu-waktu darah berhenti ia wajib mandi dan melakukan rutinitas ibadah. Bila kemudian darah keluar lagi, maka ia diwajibkan kembali menghindari hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidl. Jika darah berhenti lagi ia wajib mandi lagi, demikian seterusnya selama masih dalam masa 15 hari[1].
Kemudian darah dihukumi berhenti, bila seandainya diusap dengan cara memasukkan semisal kapuk sudah tidak ada cairan yang seesuai dngan sifat dan warna darah (hanya berupa cairan bening)[2]. Namun, bila masih ada cairan yang berwarna keruh dan kuning, terjadi perbedaan diantara ulama, ada yang mengatakan masih di hukumi darah haidl (qaul yang kuat) karena menganggap masih berwarna darah, disamping memandang hukum asal, bahwa cairan itu keluar pada masa imkanul haidl. Ada yang berpendapat bukan darah haidl, karena menganggap cairan itu tidak berwarna darah[3].

II.     Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Wanita Saat Mengalami Haidl

a)     Sunah untuk tidak memotong kuku, rambut, dan lain-lain dari anggota badan saat haidl, karena ada keterangan kelak di akhirat anggota badan yang belum disucikan akan kembali ke pemiliknya masih dalam keadaan jinabat (belum disucikan). Akan tetapi bila terlanjur dipotong, maka yang wajib dibasuh adalah tempat (bekas) anggota yang dipotong, bukan potongan dari anggota itu[4].
b)    Saat darah berhenti, wanita diperbolehkan mulai niat melaksanakan puasa sekalipun belum mandi. Karena haramnya puasa itu, disebabkan haidl bukan hadats. Berbeda dengan sholat, sebab penghalangnya adalah hadats. Juga berbeda dengan bersetubuh, sebab ada nash hadits yang secara jelas melarang menggauli istri sebelum bersuci[5].
c)     Bagi wanita yang darah haidlnya berhenti dan belum sempat mandi jika ingin tidur, makan, atau minum disunnahkan membersihkan farjinya kemudian wudlu’. Dan bila meninggalkan hal ini, hukumnya makruh[6].
d)    Biasanya, menjelang atau di saat haidl, wanita mengalami gangguan kesehatan. Di antaranya (berdasarkan hasil polling):
1.      payudara mengencang dan teras sakit;
2.      pegal-pegal, lemah dan lesu;
3.      perut terasa sakit/mulas;
4.      mudah emosi.
Hal-hal tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Sebab itu hanyalah dampak dari keluarnya darah secara wajar. Biasanya akan hilang di saat berhentinya darah haidl, bahkan terkadang hal itu berlangsung sebentar.

III.      Hukum yang berkaitan dengan haidl

Bagi wanita yang mengalami haidl, maka ada beberapa hal yang diharamkan, yaitu:
1.      sholat (wajib maupun sunnah).
Sabda RasuluLlah r:
إذا اقبلت الحيضة فدعي الصلاة . الحديث (رواه البخاري)
Artinya: “Jika kamu (wanita) menghadapi (mengalami) haidl, maka                                  tinggalkanlah sholat.” (H.R. Bukhari)
Sholat yang ditinggalakan selama masa haidl tidak wajib diqodlo’. Sebab tidak ada perintah qodlo’ dari syara’, disamping hal itu dianggap akan menimbulkan kesulitan (masyaqqah), mengingat kewajiban sholat sehari semalam lima kali. Bagi kaum wanita tidak usah khawatir akan hilangnya pahala dengan larangan sholat baginya, sebab jika dalam meninggalkan sholat karena haidl diniati tunduk dan mengikuti perintah Allah I ia akan tetap mendapat pahala[7].

2.      Sujud syukur dan tilawah.
Pada dasarnya kedua sujud ini hukumnya sunnah dilakukan bila ada sebab-sebab yang menuntut sujud tersebut. Namun, karena syarat sahnya kedua sujud ini sama dengan syarat sahnya sholat, maka bagi wanita yang mengalami haidl tidak sah dan haram melakukannya[8].

3.      Puasa, wajib maupun sunnah.
RasuluLlah r bersabda:
أليس إذا حاضت المرأة لم تصل ولم تصم. (متفق عليه في حديث طويل)
Artinya: “Bukankah perempuan apabila sedang haidl tidak boleh sholat dan puasa?” (H.R. Bukhari-Muslim).
Berbeda dengan sholat, puasa yang ditinggalkan itu wajib di qodlo’i mengingat puasa hanya sekali (satu bulan) dalam setahun, sehingga dianggap tidak timbul masyaqqah.

4.      Thawaf (wajib maupun sunnah)
Semua ibadah haji boleh dilakukan oleh wanita haidl kecuali thawaf dan sholat sunnah thawaf . RasuluLlah r bersabda:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : لما جئنا سرف حضت فقال النبي صلعم افعلي ما يفعل الحاج غير ان لا تطوفي بالبيت حتى تطهري. (متفق عليه)
Artinya: dari A’isyah Ra. dia berkata ”ketika kami sampai di sarif, saya mengalami haidl”, maka Nabi Saw. bersabda: “Lakukanlah semua hal yang harus dilakukan oleh orang yang haji tetapi engkau tidak boleh thawaf di BaituLlah sehingga engkau suci (dari haidl).” (H.R. Bukhari-Muslim)

5.      Membaca al Qur-an
RasuluLlah r bersabda:
لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيأ من القرآن . رواه الترمذي
Artinya: “Tidak diperbolehkan bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haidl membaca sesuatu (ayat) dari al Qur-an.” (H.R. al-Turmudzi).
Keharaman ini, bila dalam melafazkan al Qur-an diniati membaca al Qur-an, namun bila diniati zikir/doa, dimutlakkan atau dibaca dalam hati, maka hukumnya diperbolehkan[9].
Misalnya: ketika akan berdandan membaca بسم الله الرحمن الرحيم
6.      Menyentuh dan membawa mushaf (al Qur-an).
Yang dimaksud mushaf adalah setiap sesuatu yang ditulisi lafaz al Qur-an, dengan tujuan dirosah (dibaca) meskipun kurang dari satu ayat.
Allah I berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيمٌ، فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ، لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ، تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ. (الواقعة 77 – 80 )
Artinya: “Sesungguhnya al Qur-an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (lauh al-mahfuzh), tidak (boleh) menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan, diturunkan dari Tuhan semesta alam.” (QS. Al Wâqi’ah: 77-80)
Ayat ini, oleh sebagian ulama dijadikan sebagai salah satu dasar tidak diperbolehkannya menyentuh al Qur-an bagi orang yang hadats.

7.      Lewat ataupun berdiam diri dalam masjid.
Nabi r bersabda:
إني لاأحل المسجد لحائض ولا جنب. رواه ابو داود
Artinya: “Saya tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haidl dan tidak pula bagi orang yang junub.” (HR. Abu Daud)
  
8.      Dicerai.
Hal ini diharamkan, sebab bila sang istri dicerai saat haidl, maka akan menajdi penyebab bertambah lamanya masa ‘iddah (penantian untuk memastikan kosongnya rahim).

9.     Bersetubuh atau bersentuhan kulit pada anggota tubuh antara lutut dan pusar. Keharaman ini merujuk pada firman Allah I dalam surat al-Baqarah ayat 222,
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ. (البقرة 222)
yang artinya: ”oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.” (QS. Al Baqoroh: 222)
Dan hadits Nabi r yang diriwayatkan Abu Dawud t:
عن معاذ بن جبل انه سأل النبي ما يحل للرجل من أمرأته وهي حائض؟ فقال : ما فوق الإزار. رواه ابو داود
artinya: diceritakan dari sahabat Mu’adz bin Jabal, bahwa ia bertanya kepada Nabi Saw. ”apa yang halal dilakukan seorang suami pada istrinya di saat haidl?” RasuluLlah menjawab: ”persentuhan kulit pada selain anggota antara lutut dan pusar”. (HR. Abu Daud t)
 
1<< Kembali

[1] al Muhadzdzab I/39
[2] al Fiqh al Islami I/458
[3] al Mughni al Muhtaj I/113
[4] an Nihayah Zain 31
[5] al Muhadzdzab I/38
[6] Hamisyi I’anah at Thalibin I/79
[7] al Mahalliy I/100
[8] I’anah at Thalibin I/209-210
[9] Hasyiyah al Bujairimi ‘alaa Khatib I/356-358

Haid Dan Permasalahannya


I.      Dalil tentang haidl

Haidl adalah kodrat wanita yang tidak bisa dihindari dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas ibadahnya sehari-hari. Sebagaimana firman Allah I dalam surat al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة: 222)
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah: haidl itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Seseungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang mensucikan diri.
Dan hadits Nabi r:
هذا شيء كتبه الله على بنات أدم (متفق عليه)
Artinya: “Haidl ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah kepada cucu-cucu wanita Adam. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Pada masa jahiliyah haidl dianggap sesuatu yang menjijikkan yang dipikul oleh kaum wanita. Pada masa itu, orang yahudi tidak memperlakukan secara manusiawi terhadap istrinya yang sedang haidl, mereka mengusirnya dari rumah, tidak mau mengajak tidur, dan makan bersama. Sementara orang nasrani mempunyai kebiasaan menggauli istrinya di kala haidl[1]. Hal ini mendorong para sahabat untuk menanyakan tentang hukum-hukum haidl, sehingga turunlah ayat di atas. Dari sinilah kemudian para ulama merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan haidl.

II.   Pengertian Haidl

Haidl atau biasa disebut menstruasi secara harfiyah (lughat) mempunyai arti mengalir. Sedangkan menurut arti syar’i adalah darah yang keluar melalui alat kelamin wanita yang sudah mencapai usia minimal 9 tahun kurang 16 hari tidak genap (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit) dan keluar secara alami (tabi’at perempuan) tidak disebabkan melahirkan atau sakit. Dengan demikian darah yang keluar ketika wanita berumur 9 tahun kurang 17, 18, 19, 20 hari dan seterusnya atau disebabkan penyakit ataupun disebabkan melahirkan maka tidak dinamakan darah haidl[2].
Pada umumnya wanita selalu mengalami haidl tiap bulan secara rutin sampai masa menopause (usia tidak keluar haidl). Namun tidak menutup kemungkinan terjadi haidl pada usia senja, sebab tidak ada masa maksimal wanita mengalami haidl[3].

III.Hukum mempelajari haidl

a.      Fardlu Ain bagi wanita yang baligh.
Artinya wajib bagi setiap wanita yang sudah baligh untuk belajar dan mengerti permasalahan yang berhubungan dengan haidl, nifas, dan istihadloh. Sebab mempelajari hal-hal yang menjadi syarat keabsahan suatu ibadah adalah fardlu ain.
b.     Fardlu Kifayah bagi laki-laki.
Mengingat permasalahan haidl tidak bersentuhan langsung dengan rutinitas ibadah kaum laki-laki, maka hukum mempelajarinya adalah fardlu kifayah. Sebab mempelajari ilmu yang tidak bersentuhan langsung dengan amaliyah ibadah yang dilakukan hukumnya adalah fardlu kifayah. Hal ini untuk menegakkan ajaran agama dan untuk keperluan ifta’ (fatwa)[4].

IV. Batas usia wanita mengalami haidl.

Awal usia seorang wanita yang mengeluarkan darah haidl adalah usia 9 tahun kurang 16 hari tidak genap (8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit). Sedangkan darah yang keluar dari wanita yang berumur 9 tahun kurang 17, 18, 19 hari dan seterusnya bukan darah haidl, tapi darah istihadloh. Namun, jika sebagian keluar sebelum usia haidl dan sebagian keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl, maka hukumnya tafsil:
a)     darah yang keluar saat belum mencapai usia wanita haidl hukumnya adalah darah istihadloh.
b)    darah yang keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl hukumnya adalah darah haidl jika keluarnya mencapai 24 jam.
Contoh seorang wanita tahun kurang 20 hari mengeluarkan darah selama 10 hari maka: berumur 9
§  darah 4 hari awal lebih sedikit hukumnya darah istihadloh sebab keluarnya darah saat belum mencapai usia wanita haidl.
§  darah 6 hari akhir kurang sedikit di sebut darah haidl, karena keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl.
Sedangkan usia monopause (usia yang sudah tidak mengalami haidl) umumnya adalah 62 tahun. Namun, ulama menjelaskan bahwa usia berapapun bila wanita mengeluarkan darah yang telah memenuhi syarat-syarat haidl, maka dihukumi haidl, dan wanita lanjut usiapun masih mungkin mengalami haidl[5].

V.    Ketentuan Darah Haidl

Darah yang dikeluarkan oleh seorang wanita yang telah mencapai usia haidl dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu normal (haidl) dan tidak normal (istihadloh).
         1.       Normal (haidl) bila darah yang dikeluarkan wanita telah mencapai 24 jam (batas minimal haidl) dan tidak melebihi 15 hari (batas maksimal haidl).
Maka apapun warna dan sifat darah (kuat atau lemah) asalkan tidak melewati 15 hari 15 malam, maka semua dihukumi haidl.
       Istilah darah kuat dan lemah diperhitungkan bagi wanita yang mengalami istihadloh (keluar darah lebih dari 15 hari 15 malam) dan tidak berlaku untuk orang yang haidl secara normal. Dengan demikian, meskipun warna dan sifat darah berubah-ubah, jika masih dalam waktu 15 hari, maka semua dihukumi haidl. 
Contoh:  01). 3 hari keluar darah hitam; 2 hari keluar darah kuning; 5 hari keluar darah merah; maka haidlnya adalah 10 hari.
Cara Bersucinya: Jika sewaktu-waktu darah berhenti (naqa’), maka: jika jumlah darah yang keluar sebelum berhenti tidak mencapai 24 jam, maka ketika akan sholat ia cukup mencuci farjinya dan wudlu’ saja (tidak wajib mandi). Dan bila darah yang keluar sudah mencapai 24 jam, maka sewaktu-waktu darah berhenti ia wajib mandi ketika akan melakukan sholat. Jika setelah itu masih keluar darah lagi maka berarti mandi dan ibadahnya tadi tidak sah begitu seterusnya sampai waktu 15 hari.

Catatan:
§  Paling sedikit masa haidl (aqall al-haidl) adalah sehari semalam (24 jam);
§  Paling lamanya masa haidl (aktsar al-haidl) adalah 15 hari 15 malam;
§  Pada umunya setiap bulan wanita mengeluarkan haidl selama 6 atau 7 hari,  sehingga masa sucinya 23 atau 24 hari. Namun, ada juga wanita yang haidl kurang atau lebih dari masa tersebut. Adapula yang mengalami haidl tiap 5 bulan atau satu tahun sekali. Bahkan ada yang selama hidupnya tidak pernah mengalami haidl seperti yang dialami Sayyidah Fathimah al-Zahra binta Rasulillah r[6].
     Paling sedikit jarak masa yang memisah antara haidl yang satu dengan haidl sebelumnya (aqall al-thuhri) adalah 15 hari 15 malam. Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam satu bulan wanita mengalami haidl dua kali.
Contoh:  keluar darah 2 hari (tanggal 1 dan 2); berhenti selama 16 hari; keluar darah lagi selama 3 hari (tanggal 19, 20 dan 21). Maka, 2 hari awal dihukumi haidl dan 3 hari yang akhir saat keluar darah juga dihukumi haidl, sebab keluarnya setelah melewati masa suci 15 hari.

Jika masa pemisah kurang dari 15 hari, maka diperinci:
a.      bila darah pertama dan kedua masih dalam waktu 15 hari, maka semuanya                   dihukumi haidl termasuk masa berhenti diantara dua darah tersebut[7].
          Contoh: keluar darah selama 3 hari, berhenti selama 3 hari, keluar lagi selama 5 hari, maka haidlnya adalah 11 hari.
b.     bila darah kedua di luar masa 15 hari dari permulaan darah pertama (darah pertama ditambah pemisah tidak kurang dari 15 hari), sementara jumlah masa pemisah ditambah darah kedua tidak lebih 15 hari, maka: darah kedua dihukumi darah kotor/fasad[8].
Contoh 01): keluar darah pertama 3 hari, berhenti selama 12 hari, keluar  darah  kedua  3 hari, maka, 3 hari pertama adalah haidl. 12 hari saat berhenti adalah masa suci. 3 hari akhir adalah darah fasad/kotor yang dihukumi masa suci.
Contoh 02): keluar darah pertama 6 hari, berhenti selama 9 hari, keluar darah kedua 2 hari, maka, 6 hari awal dihukumi haidl, berhenti 9 hari dihukumi masa suci dan 2 hari akhir dihukumi darah kotor/fasad[9].
Sedangkan bila jumlah masa suci pemisah ditambah darah kedua melebihi 15 hari, maka sebagian darah kedua dihukumi darah fasad (untuk meneyempurnakan masa suci 15 hari) dan sisanya dihukumi darah haidl yang kedua bila memenuhi syarat-syarat haidl[10].
Contoh 01): keluar darah pertama 3 hari, berhenti 12 hari, keluar darah kedua 6 hari. Maka, 3 hari awal adalah haidl. 12 hari berhenti adalah masa suci. 3 hari darah kedua (peneyempurna suci 15 hari) adalah darah kotor dan dihukumi masa suci. Sedangkan 3 hari akhir adalah haidl yang kedua.
Contoh 02): keluar darah pertama 10 hari; berhenti 10 hari; keluar darah kedua 10 hari; maka, 10 hari awal adalah haidl. 10 hari ketika berhenti ditambah 5 hari darah kedua (penyempurna 15 hari) dihukumi masa suci. 5 hari akhir adalah haidl yang kedua.

Penentuan hukum ini apabila masa keluar darah kedua setelah dikurangi untuk menyempurnakan 15 hari (masa minimal suci) sisanya tidak lebih dari 15 hari. Dan jika melebihi 15 hari, maka wanita tersebut dihukumi mustahadloh dan ketentuan hukumnya disesuaikan dengan pembagian mustahadloh yang akan datang[11].
Contoh: keluar darah pertama 10 hari; berhenti 10  hari; keluar darah kedua 25 hari; maka, 10 hari pertama adalah haiidl. 10 hari berhenti ditambah 5 hari darah kedua adalah masa suci.  Sedangkan 1 hari setelah itu dihukumi haidl yang kedua dan sisanya dihukumi istihadloh.
Hal ini, jika ia seorang wanita yang pertama kali mengeluarkan darah haidl dan ia tidak bisa membedakan kuat dan lemahnya darah (mustahadloh mubtadi’ah ghayru mumayyizah). Jika ia sudah pernah haidl (mu’tadah ghayru mumayyizah), maka haidl dan sucinya disamakan dengan kebiasaannya (pengadatannya). Misal, kebiasaan haidlnya 5 hari maka: 10 hari pertama adalah haidl. 10 hari berhenti ditambah 5 hari darah kedua adalah masa suci. Sedang 5 hari setelah itu adalah haidl kedua (mengikuti kebiasaannya). Dan sisanya dihukumi istihadloh[12].

Next >>2

[1] al Hawi al Kubro I/456
[2] al Bajuri I/113
[3] as Syarqowiy I/147
[4] Ta’lim Muta’allim 4, I’anah at Thalibin IV/181
[5] al Fiqh al Islami I/456-457
[6] al Bajuri I/117
[7] Bugyah al Mustarsyidin 31
[8] Tuhfah al Muhtaj I/656, Bughyah al Mustarsyidin 31
[9] al Majmu’ II/521
[10] Bugyah al Mustarsyidin 31
[11] Bugyah al Mustarsyidin 31
[12] Bugyah al Mustarsyidin 31

Pilih Warna Kesukaan Anda

Lirboyo Kaifa Hal

Ikuti Ane Dong