I. Dalil tentang haidl
Haidl adalah kodrat wanita yang tidak bisa dihindari dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas ibadahnya sehari-hari. Sebagaimana firman Allah I dalam surat al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة: 222)
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah: haidl itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Seseungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang mensucikan diri.”
Dan hadits Nabi r:
هذا شيء كتبه الله على بنات أدم (متفق عليه)
Artinya: “Haidl ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah kepada cucu-cucu wanita Adam. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pada masa jahiliyah haidl dianggap sesuatu yang menjijikkan yang dipikul oleh kaum wanita. Pada masa itu, orang yahudi tidak memperlakukan secara manusiawi terhadap istrinya yang sedang haidl, mereka mengusirnya dari rumah, tidak mau mengajak tidur, dan makan bersama. Sementara orang nasrani mempunyai kebiasaan menggauli istrinya di kala haidl[1]. Hal ini mendorong para sahabat untuk menanyakan tentang hukum-hukum haidl, sehingga turunlah ayat di atas. Dari sinilah kemudian para ulama merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan haidl.
II. Pengertian Haidl
Haidl atau biasa disebut menstruasi secara harfiyah (lughat) mempunyai arti mengalir. Sedangkan menurut arti syar’i adalah darah yang keluar melalui alat kelamin wanita yang sudah mencapai usia minimal 9 tahun kurang 16 hari tidak genap (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit) dan keluar secara alami (tabi’at perempuan) tidak disebabkan melahirkan atau sakit. Dengan demikian darah yang keluar ketika wanita berumur 9 tahun kurang 17, 18, 19, 20 hari dan seterusnya atau disebabkan penyakit ataupun disebabkan melahirkan maka tidak dinamakan darah haidl[2].
Pada umumnya wanita selalu mengalami haidl tiap bulan secara rutin sampai masa menopause (usia tidak keluar haidl). Namun tidak menutup kemungkinan terjadi haidl pada usia senja, sebab tidak ada masa maksimal wanita mengalami haidl[3].
III.Hukum mempelajari haidl
a. Fardlu Ain bagi wanita yang baligh.
Artinya wajib bagi setiap wanita yang sudah baligh untuk belajar dan mengerti permasalahan yang berhubungan dengan haidl, nifas, dan istihadloh. Sebab mempelajari hal-hal yang menjadi syarat keabsahan suatu ibadah adalah fardlu ain.
b. Fardlu Kifayah bagi laki-laki.
Mengingat permasalahan haidl tidak bersentuhan langsung dengan rutinitas ibadah kaum laki-laki, maka hukum mempelajarinya adalah fardlu kifayah. Sebab mempelajari ilmu yang tidak bersentuhan langsung dengan amaliyah ibadah yang dilakukan hukumnya adalah fardlu kifayah. Hal ini untuk menegakkan ajaran agama dan untuk keperluan ifta’ (fatwa)[4].
IV. Batas usia wanita mengalami haidl.
Awal usia seorang wanita yang mengeluarkan darah haidl adalah usia 9 tahun kurang 16 hari tidak genap (8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit). Sedangkan darah yang keluar dari wanita yang berumur 9 tahun kurang 17, 18, 19 hari dan seterusnya bukan darah haidl, tapi darah istihadloh. Namun, jika sebagian keluar sebelum usia haidl dan sebagian keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl, maka hukumnya tafsil:
a) darah yang keluar saat belum mencapai usia wanita haidl hukumnya adalah darah istihadloh.
b) darah yang keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl hukumnya adalah darah haidl jika keluarnya mencapai 24 jam.
Contoh seorang wanita tahun kurang 20 hari mengeluarkan darah selama 10 hari maka: berumur 9
§ darah 4 hari awal lebih sedikit hukumnya darah istihadloh sebab keluarnya darah saat belum mencapai usia wanita haidl.
§ darah 6 hari akhir kurang sedikit di sebut darah haidl, karena keluar saat sudah mencapai usia wanita haidl.
Sedangkan usia monopause (usia yang sudah tidak mengalami haidl) umumnya adalah 62 tahun. Namun, ulama menjelaskan bahwa usia berapapun bila wanita mengeluarkan darah yang telah memenuhi syarat-syarat haidl, maka dihukumi haidl, dan wanita lanjut usiapun masih mungkin mengalami haidl[5].
V. Ketentuan Darah Haidl
Darah yang dikeluarkan oleh seorang wanita yang telah mencapai usia haidl dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu normal (haidl) dan tidak normal (istihadloh).
1. Normal (haidl) bila darah yang dikeluarkan wanita telah mencapai 24 jam (batas minimal haidl) dan tidak melebihi 15 hari (batas maksimal haidl).
Maka apapun warna dan sifat darah (kuat atau lemah) asalkan tidak melewati 15 hari 15 malam, maka semua dihukumi haidl.
Istilah darah kuat dan lemah diperhitungkan bagi wanita yang mengalami istihadloh (keluar darah lebih dari 15 hari 15 malam) dan tidak berlaku untuk orang yang haidl secara normal. Dengan demikian, meskipun warna dan sifat darah berubah-ubah, jika masih dalam waktu 15 hari, maka semua dihukumi haidl.
Contoh: 01). 3 hari keluar darah hitam; 2 hari keluar darah kuning; 5 hari keluar darah merah; maka haidlnya adalah 10 hari.
Cara Bersucinya: Jika sewaktu-waktu darah berhenti (naqa’), maka: jika jumlah darah yang keluar sebelum berhenti tidak mencapai 24 jam, maka ketika akan sholat ia cukup mencuci farjinya dan wudlu’ saja (tidak wajib mandi). Dan bila darah yang keluar sudah mencapai 24 jam, maka sewaktu-waktu darah berhenti ia wajib mandi ketika akan melakukan sholat. Jika setelah itu masih keluar darah lagi maka berarti mandi dan ibadahnya tadi tidak sah begitu seterusnya sampai waktu 15 hari.
Catatan:
§ Paling sedikit masa haidl (aqall al-haidl) adalah sehari semalam (24 jam);
§ Paling lamanya masa haidl (aktsar al-haidl) adalah 15 hari 15 malam;
§ Pada umunya setiap bulan wanita mengeluarkan haidl selama 6 atau 7 hari, sehingga masa sucinya 23 atau 24 hari. Namun, ada juga wanita yang haidl kurang atau lebih dari masa tersebut. Adapula yang mengalami haidl tiap 5 bulan atau satu tahun sekali. Bahkan ada yang selama hidupnya tidak pernah mengalami haidl seperti yang dialami Sayyidah Fathimah al-Zahra binta Rasulillah r[6].
Paling sedikit jarak masa yang memisah antara haidl yang satu dengan haidl sebelumnya (aqall al-thuhri) adalah 15 hari 15 malam. Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam satu bulan wanita mengalami haidl dua kali.
Contoh: keluar darah 2 hari (tanggal 1 dan 2); berhenti selama 16 hari; keluar darah lagi selama 3 hari (tanggal 19, 20 dan 21). Maka, 2 hari awal dihukumi haidl dan 3 hari yang akhir saat keluar darah juga dihukumi haidl, sebab keluarnya setelah melewati masa suci 15 hari.
Jika masa pemisah kurang dari 15 hari, maka diperinci:
a. bila darah pertama dan kedua masih dalam waktu 15 hari, maka semuanya dihukumi haidl termasuk masa berhenti diantara dua darah tersebut[7].
Contoh: keluar darah selama 3 hari, berhenti selama 3 hari, keluar lagi selama 5 hari, maka haidlnya adalah 11 hari.
b. bila darah kedua di luar masa 15 hari dari permulaan darah pertama (darah pertama ditambah pemisah tidak kurang dari 15 hari), sementara jumlah masa pemisah ditambah darah kedua tidak lebih 15 hari, maka: darah kedua dihukumi darah kotor/fasad[8].
Contoh 01): keluar darah pertama 3 hari, berhenti selama 12 hari, keluar darah kedua 3 hari, maka, 3 hari pertama adalah haidl. 12 hari saat berhenti adalah masa suci. 3 hari akhir adalah darah fasad/kotor yang dihukumi masa suci.
Contoh 02): keluar darah pertama 6 hari, berhenti selama 9 hari, keluar darah kedua 2 hari, maka, 6 hari awal dihukumi haidl, berhenti 9 hari dihukumi masa suci dan 2 hari akhir dihukumi darah kotor/fasad[9].
Sedangkan bila jumlah masa suci pemisah ditambah darah kedua melebihi 15 hari, maka sebagian darah kedua dihukumi darah fasad (untuk meneyempurnakan masa suci 15 hari) dan sisanya dihukumi darah haidl yang kedua bila memenuhi syarat-syarat haidl[10].
Contoh 01): keluar darah pertama 3 hari, berhenti 12 hari, keluar darah kedua 6 hari. Maka, 3 hari awal adalah haidl. 12 hari berhenti adalah masa suci. 3 hari darah kedua (peneyempurna suci 15 hari) adalah darah kotor dan dihukumi masa suci. Sedangkan 3 hari akhir adalah haidl yang kedua.
Contoh 02): keluar darah pertama 10 hari; berhenti 10 hari; keluar darah kedua 10 hari; maka, 10 hari awal adalah haidl. 10 hari ketika berhenti ditambah 5 hari darah kedua (penyempurna 15 hari) dihukumi masa suci. 5 hari akhir adalah haidl yang kedua.
Penentuan hukum ini apabila masa keluar darah kedua setelah dikurangi untuk menyempurnakan 15 hari (masa minimal suci) sisanya tidak lebih dari 15 hari. Dan jika melebihi 15 hari, maka wanita tersebut dihukumi mustahadloh dan ketentuan hukumnya disesuaikan dengan pembagian mustahadloh yang akan datang[11].
Contoh: keluar darah pertama 10 hari; berhenti 10 hari; keluar darah kedua 25 hari; maka, 10 hari pertama adalah haiidl. 10 hari berhenti ditambah 5 hari darah kedua adalah masa suci. Sedangkan 1 hari setelah itu dihukumi haidl yang kedua dan sisanya dihukumi istihadloh.
Hal ini, jika ia seorang wanita yang pertama kali mengeluarkan darah haidl dan ia tidak bisa membedakan kuat dan lemahnya darah (mustahadloh mubtadi’ah ghayru mumayyizah). Jika ia sudah pernah haidl (mu’tadah ghayru mumayyizah), maka haidl dan sucinya disamakan dengan kebiasaannya (pengadatannya). Misal, kebiasaan haidlnya 5 hari maka: 10 hari pertama adalah haidl. 10 hari berhenti ditambah 5 hari darah kedua adalah masa suci. Sedang 5 hari setelah itu adalah haidl kedua (mengikuti kebiasaannya). Dan sisanya dihukumi istihadloh[12].
Next >>2
[1] al Hawi al Kubro I/456
[2] al Bajuri I/113
[3] as Syarqowiy I/147
[4] Ta’lim Muta’allim 4, I’anah at Thalibin IV/181
[5] al Fiqh al Islami I/456-457
[6] al Bajuri I/117
[7] Bugyah al Mustarsyidin 31
[8] Tuhfah al Muhtaj I/656, Bughyah al Mustarsyidin 31
[9] al Majmu’ II/521
[10] Bugyah al Mustarsyidin 31
[11] Bugyah al Mustarsyidin 31
[12] Bugyah al Mustarsyidin 31
0 komentar:
Posting Komentar