Hijrah Memeluk Islam, Muallaf Mantan Kristen ini Diuji Banyak Musibah. Ayo Bantu!!
Kegigihan wanita super ini
sungguh luar biasa dalam memburu dan mempertahankan iman. Terlahir
dalam keluarga besar aktivis gereja tak membuatnya menyerah pada
fanatisme buta kepada agama leluhurnya. Potensi akal, kajian ilmiah dan
perenungan yang mendalam, menyampaikannya pada hidayah Ilahi. Mantan
guru Sekolah Minggu di gereja ini pun berikrar masuk Islam dan memilih
jalan tauhid wal jihad, namun ujian dan musibah datang silih berganti
begitu deras.
Ahad lalu, Saat relawan Infaq Dakwah
Club (IDC) Voa-Islam berkunjung ke rumah petak kontrakannya, keadaannya
serba minus pasca ujian Allah yang datang beruntun: PHK, lahiran cessar,
alat dagang dimaling orang, kontrakan rumah mau habis, dan finansial
yang minus sehingga anaknya terpaksa tidak sekolah selama hampir dua
tahun. Mari ulurkan tangan kepedulian.
PENCERAHAN BERMULA DARI NATALAN
Tiga puluh tiga tahun silam, Febiana
Kusuma Ariesta dilahirkan dalam keluarga besar Kristen fanatik. Kakek
dan neneknya adalah aktivis gereja. Bahkan ibunya seorang misionaris
yang aktif menginjili hingga ke Nusakambangan.
Dari keluarga aktivis di gereja itulah
Febi mengenal Kristen hingga terdidik untuk menjadi aktivis gereja.
Semasa kecil, ia beribadah di GPIB Cinere, ketika remaja ia pindah ke
Gereja Alfa Omega di Semarang. Pada masa remaja, saat SMA Febi menjadi
guru Sekolah Minggu di gereja.
“Opung saya, laki-laki dan perempuan itu
semua aktif di gereja. Dari merekalah saya mengenal Kristen dan aktif
di gereja. Sejak saat itu saya mulai aktif di kegiatan gereja, saat
natal itu ada drama dan paduan suara,” ujarnya kepada IDC.
Saat mengikuti drama Natal itulah
imannya sedikit demi sedikit mulai goyah. Akal dan hati nuraninya tidak
bisa menerima peringatan hari ulang tahun kelahiran Tuhan. Penelitiannya
berlanjut ketika ia membaca kisah Natal dalam Alkitab (Bibel).
...Saat mengikuti drama Natal imannya mulai goyah. Akal dan hati nuraninya tak bisa menerima peringatan hari ulang tahun kelahiran Tuhan...
Dalam Injil Lukas pasal 2 diceritakan bahwa pada saat kelahiran Yesus, para penggembala ternak berada di padang Yudea.
“Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam” (Lukas 2:8).
Menurut ilmu meteorologi dan geofisika,
keadaan cuaca di Timur Tengah pada tanggal 25 Desember dan sekitarnya,
di wilayah Yudea daerah kelahiran Yesus, adalah musim salju yang sangat
dingin. Mustahil para penggembala membawa ternaknya ke padang pada malam
hari di musim salju yang sangat dingin?
Febi menyimpulkan bahwa Yesus tidak
mungkin lahir tanggal 25 Desember karena tidak sesuai dengan situasi
kelahiran Yesus yang tercatat dalam Bibel.
“Jadi buat saya ini tidak masuk akal.
Sejak saat itu kehidupan saya mulai tidak tenang dan mulai mencari-cari
keyakinan yang benar,” jelasnya.
Dalam kegalauan iman, Febi berusaha
lebih aktif ke gereja untuk mencari jawaban. Tapi yang ia dapatkan bukan
ketenangan, malah merasakan banyak keganjilan.
...Dalam kegalauan iman, semakin aktif ke gereja untuk mencari jawaban, yang ia dapatkan bukan ketenangan, malah merasakan banyak keganjilan...
Sebelum dibabtis Febi mengikuti
Katekisasi gereja untuk pendalaman iman. Saat belajar itu Febi makin
menemukan banyak pertanyaan dan keraguan yang belum terjawab.
Salah satu doktrin Kristen yang terasa
ganjil di benaknya adalah inkarnasi Tuhan menjadi manusia Yesus untuk
ditangkap, diolok-olok, disiksa, dicambuk, disesah, diludahi dan disalib
hingga tewas mengenaskan di tiang salib (Markus 10:34).
“Ini tidak masuk akal, kok ada Tuhan
yang menjelma jadi manusia lalu disiksa dan disalib. Kalau Tuhan itu
Maha Pengampun dan penuh Kasih, kenapa tidak dia ampuni saja dosa
manusia tanpa prosedur sadis seperti itu?” ujarnya.
Suatu hari Febi diajak keluarganya ke Yogyakarta untuk berziarah rohani di Gua Maria Lourdes.
Di situ saya disuruh membaca Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di surga,
dipermuliakanlah kiranya nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah
kehendak-Mu, seperti di surga, demikian juga di atas bumi. Berilah kami
pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Dan ampunilah kiranya
kepada kami segala kesalahan kami, seperti kami ini sudah mengampuni
orang yang berkesalahan kepada kami. Dan janganlah membawa kami kepada
pencobaan, melainkan lepaskanlah kami daripada yang jahat. Karena
Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai
selama-lamanya.”
Setelah
merenungi Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus di Taman Getsemani dalam
Injil Matius 6:9-13 ini, Febi makin ragu terhadap doktrin Trinitas.
“Saya kemudian berpikir, sebenarnya
Yesus itu siapa? Kok Yesus mengajarkan berdoa kepada Bapak yang ada di
surga, Tuhan itu ada berapa?” kenangnya.
...Kalau Yesus itu Tuhan, kok bisa dia dicobai oleh iblis yang Dia ciptakan sendiri. Keyakinan saya bertambah bahwa agama Kristen ini tidak benar...
Semakin mendalami Bibel, Febi semakin
meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Injil Matius 4:1-11 menceritakan
bahwa Yesus dibawa Roh ke padang gurun untuk dicobai iblis. Febi semakin
meragukan doktrin ketuhanan Yesus. Jika Yesus adalah Tuhan atau
penjelmaan Tuhan, mengapa dia bisa dicobai iblis yang jahat? Ini
bertentangan dengan Surat Yakobus 1:13, bahwa Tuhan tidak dapat dicobai
oleh yang jahat.
“Bibel mengisahkan Yesus yang penjelmaan
Tuhan itu dicobai iblis. Kalau dia Tuhan kok bisa dia dicobai oleh
iblis yang Dia ciptakan sendiri. Itu yang membuat keyakinan saya
bertambah bahwa agama Kristen ini tidak benar,” simpulnya.
MENGENAL ISLAM DARI PEMBANTU
Dalam kegalauan, Allah punya rencana
lain, menuntun Febi kepada Islam melalui pembantu rumahnya. Suatu hari
Febi melihat pembantunya wudhu dan menunaikan shalat dengan mengenakan
mukena putih.
“Kamu ngapain?” tanya Febi. “Sedang shalat dan berdoa,” jawab sang pembantu.
“Lalu untuk apa kamu wudhu dulu sebelum
shalat?” lanjut Febi. “Karena untuk menghadap Allah Yang Maha Suci kita
harus bersih dan suci,” jelasnya.
Rupanya dialog singkat itu sangat
berkesan di hati Febi. Penjelasan sang pembantu itu bisa diterima
logikanya. “Kalau mau bertemu orang penting seperti bos saja harus rapih
dan bersih, masa mau menghadap Tuhan kita tidak bersih?” pikirnya.
...Keraguannya terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Dalam sebuah ayat Injil Yesus berterus terang bahwa dirinya adalah nabi utusan Allah...
Sejak itulah Febi mulai
membanding-bandingkan Islam dengan Kristen. Beberapa keunggulan Islam
dalam benak Febi waktu itu adalah persamaan semua orang di rumah
ibadah. Di masjid tidak ada perbedaan shaf antara orang kaya dan orang
miskin. Tidak masalah bila konglomerat maupun pejabat shalat di
belakang orang miskin. Sementara hal yang sama tidak pernah terjadi di
gereja.
Keistimewaan Islam lainnya, Al-Qur'an
biasa dibaca sampai khatam dari surat Al-Fatihah yang pertama sampai
ayat terakhir surat An-Nas. Sementara dalam kekristenan tidak ada
tradisi membaca secara tuntas dari kitab Kejadian pasal satu sampai
kitab Wahyu yang terakhir. “Kalau orang Islam baca Al-Qur’an itu dari
awal sampai khatam tapi kalau di Kristen itu bacanya hanya
sepenggal-sepenggal,” terangnya.
Umat Islam melaksanakan shalat Jum’at
karena ada perintahnya dalam Al-Qur'an. Tapi umat Kristen beribadah
pada hari Minggu, padahal dalam 10 Firman Bibel ada perintah
menguduskan hari Sabat (Sabtu). “Sepuluh Titah Allah itu kan hal yang
harus ditaati, salah satunya adalah diperintahkan agar menguduskan hari
Sabat. Tapi kenapa orang Kristen itu ke gerejanya hari Minggu?”
paparnya.
Dalam pengembaraan iman itu, keraguan
Febi terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Sebuah ayat Injil
menjadi kelegaan imannya, di mana Yesus bersabda dengan tegas bahwa
dia adalah nabi utusan Allah.
Dalam pengembaraan iman itu, keraguan
Febi terhadap doktrin ketuhanan Yesus mulai terjawab. Sebuah ayat Injil
menjadi kelegaan imannya, di mana Yesus berterus terang bahwa dirinya
adalah nabi utusan Allah.
“Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Yesus itu adalah utusan Allah,” ujarnya.
Setamat SMA Febi melanjutkan pendidikan
ke Universitas Indonesia (FISIP UI). Di awal kuliah, ia tak bisa
mememdam kerinduannya untuk memeluk agama yang benar. Pada tahun 1997 ia
pun memutuskan untuk hijrah menjadi pemeluk Islam. Secara formalitas,
ia mengikrarkan dua kalimat syahadat di sebuah masjid di daerah Pondok
Kopi, Jakarta Timur pada tahun 1998.
...Kalau kamu masuk Islam silakan keluar dari sini. Buat papa tidak masalah kehilangan anak satu, buat papa agama itu prinsip...
Setelah masuk Islam, Febi sangat
menikmati hidup baru dan ibadahnya, meski masih tinggal satu atap dengan
kedua orang tua yang beda akidah. Suatu hari, tanpa sengaja Febi shalat
di kamarnya tanpa mengunci pintu. Qadarullah, ketika sedang khusyuk shalat ayahnya masuk kamar. Febi pun disidang oleh keluarga.
“Kalau kamu masuk Islam silakan keluar
dari sini. Buat papa tidak masalah kehilangan anak satu, buat papa agama
itu prinsip,” ancam sang ayah.
Tak gentar dengan ancaman ayahnya, Febi
pun angkat kaki dari rumah tanpa membawa perbekalan apapun. Tak ada
bekal pakaian, perhiasan maupun uang yang dibawanya, karena semua
ditahan ayahnya. Febi meninggalkan rumah hanya dengan sehelai pakaian
yang melekat di badan. Febi memilih pergi kepada kerabat jauh yang
beragama Islam.
SALAH PILIH SUAMI MUSYRIK
Setahun kemudian, tepatnya 1999 Febi
menikah dengan pria yang diharapkan bisa membimbing dan menjaganya dalam
berislam secara kaffah. Celakanya, Febi salah memilih suami yang
diidam-idamkan. Sang suami ber-KTP Islam yang menjadi pendamping
hidupnya ternyata seorang pemuja kemusyrikan. Amaliah ibadahnya adalah
menyembah Nyai Roro Kidul dan hal-hal beraroma mistis lainnya.
“Saya waktu itu masih belum punya
pegangan, mendambakan punya suami yang bisa membimbing saya. Tetapi,
ternyata suami saya malah menyembah berhala, bekiblat kepada Nyi Roro
Kidul. Sampai saya pernah dipaksa masuk ke kamar 308, kamar khusus Nyi
Roro Kidul Samudera Beach Hotel,” kenang Febi.
Dari pernikahan ini, Febi dikaruniai
satu orang anak Aufa Jhose Zaqi Nugraha. Dengan bekal wawasan Islam
seadanya, Febi mendidik Zaqi dalam akidah yang benar. Atas didikan
ibundanya, Zaki tumbuh menjadi anak yang kritis dalam beragama.
Melihat aktivitas keberhalaan ayahnya,
suatu hari Zaqi berani menegur ayahnya agar berhenti menyembah Nyi Roro
Kidul. “Ayah kalau minta duit itu ke Allah bukan ke Ratu Kidul,” katanya
dengan polos. Sang ayah pun naik pitam dan langsung memukul Zaqi.
Kehidupan rumah tangga bersama suami
yang pemuja berhala pun kandas berakhir dengan perceraian. Untuk
sementara problem rumah tangga dengan suaminya selesai, tapi Febi
berhadapan dengan problem anak semata wayangnya, Zaqi.
Dilematis!! Kalau mau tidak terbeban,
Febi harus menyerahkan Zaqi kepada mantan suaminya, dengan resiko
anaknya akan menjadi pemuja berhala. Atau memilih opsi lain dengan
mengasuh Zaqi dan kembali kepada orang tuanya. Karena masalah finansial
bisa teratasi dengan mudah oleh kekayaan orang tuanya, kalau Febi mau
menggadaikan imannya dan kembali menjadi Kristen.
Namun Febi tidak memilih kedua opsi
pahit tersebut. Ia memilih bertahan dalam Islam dan membawa Zaqi, dengan
konsekuensi harus menafkahi, mengasuh dan membiayahi sekolah Zaqi.
“Kalau saya kembali ke orang tua saya, otomatis saya harus kembali ke Kristen,” tuturnya.SELAMAT DARI PELECEHAN MAJIKAN
Melalui seorang teman, Febi pun pindah
ke Pekanbaru untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah. Namun
Febi hanya bertahan menjadi pembantu selama 1,5 tahun. Sebuah petaka
bermula ketika suami sang majikan hendak berbuat hal yang tidak benar.
Febi pun berontak melawan dan memilih berhenti kerja.
Akhirnya Febi kembali lagi ke Jakarta
dengan membawa uang tabungan yang dikumpulkannya selama 1,5 tahun dari
jerih payah menjadi pembantu. Sampai di kawasan Benhil, Jakarta Pusat,
ia membuka usaha, tapi gagal.
Bak jatuh tertimpa tangga. Ujian yang
satu belum selesai, datang lagi ujian lainnya. Ketika usahanya gagal
total dan uangnys sudah ludes, Febi menderita penyakit kista, hingga
beberapa hari tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Setelah menempuh terapi pengobatan kista
dan kondisinya membaik, Febi pinah ke Bogor. Di kota hujan ini, ia
meniti karir dari nol, bekerja sebagai helper di sebuah restoran.
DIJEBAK MASUK KRISTEN DAN DIPAKSA MAKAN BABI
Suatu hari di tahun 2010, Febi mendapat
panggilan dari ibunya di Semarang, katanya sedang ada masalah dan minta
Febi pulang untuk ikut membantu menyelesaikan masalah. Tanpa pikir
panjang, Febi pun meluncur bersama Zaqi ke Semarang memenuhi panggilan
ibunya.
Sesampai di rumah, ternyata Febi dijebak
untuk dipaksa masuk Kristen lagi. Di sana ia disambut oleh pendeta dan
para aktivis Kristen yang tergabung dalam Komunitas Sel (Komsel) gereja.
...Febi dikelilingi oleh pendeta dan anggota Komsel. Sambil berkomat kamit doa dalam nama Yesus, sang pendeta memegang kepalanya...
Disaksikan Zaqi, Febi dikelilingi oleh
pendeta dan anggota Komsel. Sambil berkomat kamit doa dalam nama Yesus,
sang pendeta memegang kepala Febi, sementara jemaat lainnya memegang
badannya supaya tidak berontak.
Sang pendeta meneriakkan nama Yesus
untuk mengusir roh jahat yang dianggap bersarang dalam diri Febi.
Sejurus kemudian ia membisikkan ke telinga Febi dengan setengah memaksa
agar mau mengucapkan kalimat untuk menerima Yesus sebagai tuhan dan
juruselamat penebus dosa.
Febi yang sudah tidak berdaya melawan
tak bisa berbuat banyak. Tapi Allah memberikan karomah sehingga mulutnya
terkunci rapat tak bisa berkata sepatah kata pun.
“Itu yang membuat saya heran. Saya yakin
itu adalah kuasa Allah. Mulut saya tidak bisa terbuka. Demi Allah waktu
itu mulut saya seperti terkunci. Saya waktu itu hanya bisa nangis,”
kenangnya.
Seluruh jemaat yang hadir pun tak
kehabisan akal. Mereka memaksa Febi makan daging babi sebagai simbol
bahwa ia menentang ajaran Islam yang mengharamkan babi. Pada hari itu
tak ada menu makanan apapun selain babi.
Gagal memaksa Febi, Zaqi pun menjadi
sasaran kristenisasi oleh neneknya. Ia diajak berdoa bersama dengan cara
menirukan doa neneknya yang misionaris itu. Tapi dengan tegas Zaqi
menolaknya. “Oma silakan doa sama Yesus, tapi Zaqi mau berdoa sama Allah
saja,” ujarnya polos.
...Mereka memaksa Febi makan daging babi sebagai simbol bahwa ia menentang ajaran Islam yang mengharamkan babi...
Akhirnya keberanian Febi pun tersulut
hingga lahirlah pertengkaran hebat antara Febi dan ibunya. “Mama, saya
sayang sama mama tetapi saya lebih sayang sama Allah!” ujar Febi.
Tak mau kalah, karena malu di hadapan
jemaat Komsel gereja, sang ibu pun berteriak menghardiknya. “Pergi kau
dari sini, kau tidak sayang sama mama dan kau bukan anak mama lagi!”
bentaknya.
MENIKAH DENGAN IKHWAN MUJAHID
Di tengah kecamuk batin atas banyaknya
musibah dan problematika, Febi berkenalan dengan Abu Usamah, seorang
pemuda shalih yang aktif dalam gerakan penegakan syariat Islam dan jihad
fisabilillah.
Meski sangat sederhana dan kondisinya
pas-pasan, pria yang pernah dipenjara thaghut pada tahun 2008 ini masih
menyempatkan diri dalam LSM mujahidin nusantara. Febi yakin Abu Usamah
adalah jodoh yang dikiriman Allah untuknya. “Saya yakin ini jodoh saya,”
ujarnya.
Bersama suami mujahidnya, Febi makin
giat mengkaji Islam dalam berbagai taklim. Ia pun hijrah dari pakaian
jahiliyah dengan berjilbab dan menggunakan niqab. Namun ujian datang
semakin deras. Setelah menikah, Abu Usamah di-phk dari tempat kerjanya.
Kepala koki restoran ini dipecat karena fitnah di tempat kerjanya.
Dalam kondisi keuangan yang
tertatih-tatih, Febi tetap bertahan untuk tetap istiqamah di jalan
Allah. “Meski tak punya uang sepeser pun, kami harus kaya iman,”
tekadnya.
Dalam
kekurangan ekonomi itu, Febi harus berjuang demi persalinan anak
bungsunya yang lahir Cesar yang memakan biaya besar hingga 7 juta rupiah
di Rumah Sakit Atang Sanjaya Bogor.
Kini, Febi dan keluarga barunya tinggal
di rumah petak yang dikontraknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
sementara Abu Usamah hanya bisa menjaga jualan tahu gerobak dengan
penghasilan minim yang masih minus untuk kebutuhan sehari-hari. Mau
tidak mau, Zaqi harus berhenti sekolah, padahal remaja SMP ini sangat
butuh pendidikan untuk masa depannya. Saat ini adalah memasuki tahun
kedua Zaqi tidak sekolah. Ia hanya mengandalkan buku bacaan dan didikan
Abu Usamah di rumah.
Bila memiliki dana yang cukup, Febi dan
Abu Usamah ingin agar Zaqi mondok di pesantren, karena Zaqi bercita-cita
Zaqi ingin menjadi ulama mujahid yang konsisten menyiarkan dakwah
Islamiyah. “Saya ingin anak saya Zaqi itu punya iman tauhid yang kuat
dan memahami Islam secara kaffah. Saya ingin Zaqi suatu saat menjadi
mujahid yang meraih syahid,” tutur Febi.
UJIAN TAMBAH BERAT, IMAN MAKIN KUAT
Dalam keterpurukan itu, ujian Febi dan
keluarganya bertambah berat. Belum lama ini kompor dan tabung gas yang
menjadi nyawa usahanya dimaling orang. Tanpa usaha itu, lumpuhlah
usahanya, macetlah kebutuhan dapur rumah tangganya.
Meski finansialnya terputuk ambruk,
mentalitas dan keimanan Febi justru makin kuat. Tak setitik pun terbetik
dalam hatinya untuk minta bantuan kepada orang tua dan keluarganya yang
beda iman. “Saya masuk Islam tidak mau setengah-setengah, saya dan
anak-anak saya tidak mau mati dalam keadaan kafir,” tekadnya. “Kalau
menurut akal manusia mungkin saya tidak kuat. Tapi saya punya Allah yang
selalu menjaga saya, menjaga keimanan saya, menjaga anak-anak saya,”
lanjutnya.
Betapapun berat ujian yang menimpanya,
Febi tak bergeming dari Islam. Tak ada penyesalan apapun dengan hijrah
kepada tauhid yang ditempuhnya. “Allah itu Maha Besar. Apa yang menurut
manusia tidak bisa terjadi menurut Allah segala hal bisa saja terjadi.
Islam itu indah buat saya sekalipun ujiannya berat,” ujarnya menutup
perbincangan dengan relawan IDC.
Source :
1 komentar:
kamu adalah salah satu ummul mu'minin disurga kelak. Insya Allah.
Posting Komentar